English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, January 02, 2013

Hanya Ingin Tahu Jalan ke Pasar?

Menarik. Ada sebuah kisah yang ingin saya ceritakan kepada sahabat semua.

Ada potret menarik di kalangan Shahabat Nabi. Mereka betul-betul merupakan sosok yang mandiri. Mereka lebih memilih memberi manfaat daripada mengambil manfaat dari orang lain.

Al-Bukhari meriwayatkan, tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinah, Rasulullah mempersaudarakan mereka dengan kaum Anshar. Salah satunya, beliau mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa'd bin ar-Rabi'.

Sa'd berkata kepada Abdurrahman, "Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah sebagian hartaku itu untukmu. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah nama yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!"

Abdurrahman berkata, "Semoga Allah memberkahimu, dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja dimana letak pasar kalian?"

Maka, orang-orang pun menunjukkan pasar Bani Qainuqa'. Tak berapa lama, Abdurrahman sudah mendapatkan sejumlah samin dan keju. Jika pagi hari tiba, dia sudah pergi ke pasar untuk berdagang.

Setidaknya, ada dua poin yang bisa kita ambil hikmahnya dari kisah ini. Pertama, menunjukkan kemurahan hati kaum Anshar terhadap saudara-saudara mereka dari kalangan Muhajirin. Mereka rela berkorban, lebih mementingkan saudaranya, mencintai, dan menyayangi mereka. Dan kalangan Muhajirin, sungguh besar kehormatan bagi mereka, karena mereka tidak mau menerima dari saudaranya, kaum Anshar, kecuali sekadar makan yang bisa menegakkan tulang punggung.

Kedua, orang-orang Muhajirin, mereka adalah sosok yang mandiri, yang tidak ingin menjadi beban bagi orang lain. Mereka akan lebih senang bekerja, daripada menerima bantuan yang tidak berumur panjang.

 --------------------------------------------------------

Itulah potret masyarakat yang berpikir, bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Bukan malah sebaliknya. Cara pandang seperti inilah yang bisa membuka bagi jalan hidup masyarakat yang sejahtera, di atas rata-rata. Kita sangat ingat betul pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, dimana ketika itu keadaan sangat sulit mendapatkan orang-orang yang berhak menerima zakat. Umar bin Abdul Aziz berhasil membangun peradaban yang memberi, peradaban yang gemilang.

Ada lagi, masih pada zaman Umar bin Abdul Aziz, Zaid bin al-Khatab bercerita, "Umar bin Abdul Aziz hanya memegang pemerintahan selama dua tahun setengah, atau 30 bulan. Dia belum meninggal, hingga seorang laki-laki datang kepada kami dengan harta melimpah. Dia berkata 'Bagikan harta ini ke fakir miskin menurut pandangan kalian.' Kemudian laki-laki membawa harta tersebut untuk dibagikan ke fakir miskin. Dia terus mencari-cari orang yang akan menerima harta itu, tetapi tidak menemukannya. Lalu dia kembali membawa pulang harta itu. Allah telah mencukupi rakyat melalui tangan Umar bin Abdul Aziz."

Namun, era keemasan itu sudah lewat. Ia akan menjadi goresan catatan indah dalam lembaran-lembaran sejarah. Kini, ummat banyak yang menjadi pengemis, lemah secara finansial, lemah akidah, dan rapuh akhlaknya. Seperti yang digambarkan oleh Rasulullah, "Seperti buih di lautan". Buih itu diombang-ambing ombak, banyak, namun tak berkualitas.

Tugas siapa?

Tak perlu dijawab. Itu retoris bagi saya. Mulailah dengan diri sendiri.

0 comment(s):

Post a Comment