English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, December 26, 2012

Mengapa Hidup Harus Bermanfaat?

Saya jadi teringat ucapan populer dari Syaikh Aidh al-Qarni, "Orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat memberi adalah pihak yang memberi itu sendiri. Mereka akan merasakan 'buah' memberi seketika itu juga, dalam jiwa, akhlak dan nuraninya. Sehingga mereka selalu lapang dada, merasa tenang, tenteram dan damai."

Ya. Benar. Hidup itu harus banyak memberi manfaat. Bukan menerima (diberi) manfaat.

Kita sudah cukup gelisah dengan gaya hidup materialis dan hedonis. "Yang penting, hidupku enak, rumahku nyaman, keluargaku sehat-sehat, karirku sukses, mobilku berkelas. Persetan dengan urusan orang lain!"

Gaya hidup seperti ini adalah gaya hidup yang dibangun dengan semangat nafsi-nafsi. Atau dalam istilah populer orang Betawi, "Loe-loe, gue-gue." Tak perduli apakah tetangga kanan-kiri kelaparan. Tak perduli di pojok-pojok kota kemiskinan menjaja. Tak ambil pusing. Inilah dunia sekarang.

Rekayasa telah mengubahnya menjadi dunia belantara. Dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja; bahasa bisnis kita adalah persaingan; bahasa politik kita adalah penipuan; bahasa sosial kita adalah pembunuhan; bahasa jiwa kita adalah kesepian, keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil berwatak militer, hancur sana, hancurkan sini; masyarakat peradaban berbudaya primitif. Kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian, manusia-manusia merana di tengah kemelimpahan. Luarnya tampak bahagia, padahal dalamnya sebenaranya menderita.

Khairun-naasi anfa'uhum lin-nas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Kata Rasulullah.

Saya akan tutup tulisan singkat ini dengan sebuah nasihat;
"Butir-butir embun turun dari arah langit. Ia muncul bumi secara sembunyi-sembunyi, tanpa dilihat manusia. Jadilah butir-butir embun itu; bertakwa, banyak, dan tersembunyi."

Saturday, December 22, 2012

Teruntukmu, Ibu..

Aku ingat betul saat itu, wajah kesurgaan itu sayu memandangku, dengan penuh cinta dan kelembutan sembari memegang tanganku, ia berkata;

Kurang lebih seperti ini jika aku bahasakan dari bahasa daerahku;

"Nak, jadilah apapun yang engkau mau. Kejarlah apapun yang engkau citakan. Jadilah orang yang berguna bagi bangsa dan agamamu. Aku tak punya hak untuk menentukan masa depanmu, kamu adalah mahluk terindah yang Allah amanahkan padaku. Dan kewajibanku, ialah membesarkanmu, merawatmu, mendidik dan menjagamu. 

Masalah cita-cita, jadilah apapun yang engkau mau. Ibumu kan selalu mendukung dan mendoakanmu. Tetapi satu hal, ibu akan sangat berbangga padamu jika engkau bisa menginjakkan kaki di tanah suci.

Jadilah orang yang berguna, dan sebagai awalnya, jadilah orang yang baik pada orang-orang di sekitarmu, dan pada masyarakat.

Masalah jodoh, pun untuk masalah ini, carilah wanita manapun. Paras tak penting, tetapi pilihlah yang akhlaknya baik.

Nak, ibu tak butuh apa-apa darimu, ibu hanya ingin engkau bahagia dengan caramu sendiri."

Aahh, begitulah yang dapat kurekam, yang terpatri takkan pernah terlupakan. Aku memang tak bisa berkata apapun saat itu, selain hanya mencoba menahan dentuman perasaan, sembari memeluknya.

Ibu, lihatlah anakmu ini. Terima kasih. Simpan air matamu sekarang, simpanlah itu nanti, saat aku telah menggenggam matahariku. Sebagai tanda bahwa aku tahu itu bukan tangisan kesedihan, melainkan tangis kebahagiaan.

Aku tahu, satu tindakan nyata mampu meruntuhkan seribu perkataan.

Sunday, December 16, 2012

Berkaca Dari Finlandia: Sebuah Anomali Pendidikan?

Sebenarnya, sudah lama sekali saya mengagumi sistem pendidikan negara yang satu ini. Saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam bagaimana negara ini memberlakukan sistem pendidikannya. Jujur saja, saya sangat kagum, dan kadang-kadang sering membayangkan bagaimana jika negara kita (Indonesia) mengadopsi sistem pendidikan di Finlandia, dengan sedikit menyesuaikan dengan budaya kita. Kekaguman saya semakin bertambah ketika negara ini secara konsisten menempati peringkat teratas dalam tes PISA (Programme for International Study Assessment), sebuah studi internasional yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan di berbagai penjuru dunia.

Kala itu, pada tahun 2009, Cina memang menempati urutan pertama dalam tes PISA, namun Finlandia yang saat itu ada di peringkat 3, selalu konsisten menempati peringkat atas. Keberhasilan Finlandia ternyata bersumber dari implementasi sistem pendidikannya yang unik. Perlu diketahui, PISA adalah sebuah studi internasional yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan di dunia. Evaluasi 3 tahunan ini dilakukan dengan mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa berusia 15 tahun yang diplih secara acak. Bidang yang diukur adalah membaca, matematika dan sains. Pada tahun 2009, Cina menempati ranking pertama secara umum, diikuti Korea dan Finlandia. Amerika Serikat menempati urutan 17, Inggris peringkat 25 dan Indonesia ada di nomor 57 dari 65 peserta. Dan terakhir, di tahun 2012, negara ini menempati urutan pertama, konsisten, mereka selalu menempati urutan teratas.

Dari berbagai sumber yang saya kumpulkan, bisa disimpulkan bahwa sistem pendidikan di Finlandia adalah sumbernya, yaitu pandangan positif terhadap profesi guru, tidak adanya ujian wajib dan standar, kurikulumnya tidak terlalu 'akademis' yang terlalu berpatokan pada angka, dan setiap sekolah memiliki otonomi khusus dalam menyelenggarakan pendidikan. Negara ini memahami betul bahwasanya otak siswa bukanlah sebuah panci bertekanan, yang harus dipaksakan, dicekoki, dan dimampatkan dengan banyaknya mata pelajaran yang tidak penting itu!
Mereka sangat memahami bahwasanya pendidikan yang baik tidak terletak pada hasil yang baik, terkadang, "standardized test" hanya sebagai PATOKAN bukan LANDASAN.
Bayangkan saja, berapa milyar uang negara yang harus dikeluarkan setiap tahun untuk membuat soal-soal ujian itu, tapi coba lihat berapa milyar individu yang bermutu?
Apakah setiap siswa memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan tes yang sama?
Ibaratnya, ketika Anda ingin melakukan 'medical check up', Anda tidak perlu menyedot seluruh darah yang ada di badan untuk mengetahui penyakit apa yang diidap. Cukup beberapa tetesan saja. Dalam lingkup pendidikan, tidak perlu mengetes seluruh siswa tapi cukup dengan "randomized sample" untuk mewakili, namun dengan prosedur dan sistem yang valid. Bukanlah sebuah Ujian Nasional yang selama ini diagung-agungkan pemerintah negara. Jika di negara-negaja maju memberlakukan "standardized test" untuk mengukur kemajuan siswa di sekolah, Finlandia tidak melakukan hal yang sama. Bagi mereka kemampuan murid tidaklah sama, jadi melakukan tes baku untuk semua murid sama sekali tidak menghasilkan mutu pendidikan yang baik. Tidak heran prinsip pendidikan di Finlandia adalah "Test Less, Learn More", kurangi ujian, perbanyak belajar. Bandingkan saja dengan negara kita.

Berikut saya petikkan beberapa poin dari berbagai sumber;
  • Setiap pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai dengan baik.
  • Satu orang guru (bergelar S2) bertindak sebagai guru mata pelajaran sedangkan dua orang lagi (bergelar S1) menjadi pengawas dan pembimbing setiap siswa dalam memahami setiap bidang studi dan mendampingi anak secara individual apabila mengalami kendala saat proses belajar berlangsung. Guru bukanlah seorang pendikte sejati, dan mereka memahami betul itu
  • Dimana setiap kecakapan dan keterampilan di bidang tertentu yang dimiliki oleh setiap siswa (ekstrakurikuler), bila sudah merasa mampu bisa mengusulkan diri untuk diuji
  • Tugas-tugas (PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah ada di Finlandia. Bagaimana dengan negara kita? Jawab sendiri. Tekanan yang begitu berat sangat terasa apalagi menjelang UN
  • Untuk SD dan SMP tidak lagi mengeluarkan izajah mengingat tuntutan dunia kerja saat ini pun izajah dua jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan. Oleh karena itu, perpindahan dari tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor begitu juga dari SMP ke SMA. Berapa banyak uang negara untuk membiayai hal-hal semacam itu di Indonesia?
  • Evaluasi belajar secara nasional hanya dilakukan dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut keperguruan tinggi atau merambah dunia kerja. Dan ini hanya sebagai sumber patokan, bukan landasan. Tidak penting antara gagal atau tidak
  • Para siswa di Finlandia tidak mengenakan seragam. Bahkan kepala sekolah mengenakan celana jeans dan kemeja berleher terbuka di sekolah. Karena mereka adalah para akademisi dan sudah terlatih.
  • Anak-anak dibiasakan belajar dalam suasana yang santai dan informal. Tidak ada tekanan sama sekali. You see?
  • Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki.
  • Persekolahan tingkat dasar dan menengah digabung, sehingga murid tidak perlu berganti sekolah pada usia.
  • Dengan cara ini, mereka terhindar dari masa peralihan yang bisa menganggu dari satu sekolah ke sekolah lain.
  • Jasa termasuk makan siang panas gratis setiap hari, kesehatan sekolah dan transportasi gratis bagi anak-anak yang tinggal terlalu jauh dari sekolah untuk berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum.
  • Tidak ada keharusan bagi tiap siswa untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha sebaik mungkin.
  • Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Mereka tidak butuh sistem strata dalam pendidikan, dimana jurang siswa yang cerdas dan bodoh sangat terlihat. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.
  • Tidak ada metode belajar ceramah,menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif.
  • Bahasa asing mulai diajarkan dari kelas I SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
  • Siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia yang 220 hari.
  • Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris serta wajib membaca satu buku setiap minggu. MasyaAllah.
  • Semua siswa dibimbing menjadi pribadi yang mandiri, mencari informasi secara independen. Karena dengan adanya banyak pendiktean membuat para siswa akan merasa tertekan dan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.
  •  Kegemaran membaca aktif didorong.
  • Stasiun TV Nasional lebih banyak menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV. Di Indonesia? Sinetron diperbanyak, Boyband alay diagungkan. Tidak mendidik sama sekali.
  • Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan.
  • Anak Finlandia tidak diijinkan belajar sebelum usia tujuh tahun, "kami menghormati masa kecil anak-anak dan hak mereka untuk bermain. di Finlandia mereka tak diharuskan bersekolah sampai mereka cukup besar untuk bisa duduk tenang dan mematuhi aturan.
  • No competition, pendidikan di Finlandia tidak mengajarkan siswa untuk menjadi siapa yang terpandai namun lebih menekankan bagaimana membentuk "community" yaitu mengabungkan guru sebagai pendidik, siswa sebagai anak didik, dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan, sehingga kolaborasi ini yang membuat pendidikan lebih unggul karena semua merasa bertanggung jawab akan proses pendidikan.
  • Mayoritas sekolah di Finlandia tidak "menjual" nama. Tidak ada SBI, RSBI, SSN, atau apalah itu namanya. Intinya mutu seluruh sekolah di Finlandia adalah sama, jadi tidak ada istilah membedakan. Orang tua dapat dengan mudah memilih sekolah mana saja untuk anaknya tanpa harus ragu akan kualitas sekolah tersebut. Yang membedakan adalah hanya pada 2 hal: setiap sekolah memiliki pelajaran bahasa asing yang berbeda dan olahraga khusus. Sehingga para orang tua dapat memilih bahasa asing dan olahraga terbaik bagi anak mereka.
  • Selisih perbedaan skor antara siswa terlemah dan terkuat adalah yang terkecil di dunia. "Kesetaraan" adalah kunci dalam pendidikan Finlandia. Semua partai politik menyetujuinya (ini yang sangat berbeda dengan negara kita, dimana selisih perbedaan siswa terlemah dan terkuat sangat besar, apalagi dengan munculnya sekolah sekolah SBI dengan biaya yang lebih tinggi pula daripada sekolah lainnya). Hampir 30% anak-anak Finlandia mendapatkan bantuan khusus.
  • Tidak ada politisasi dalam pendidikan mereka, sanksinya pun tegas, tidak main main. Sehingga, praktik KKN hampir tidak ada dalam pendidikan negara ini.
Saya masih ingat betul bait pada pembukaan UUD 1945, bahwa salah satu tujuan dari negara Indonesia adalah "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa...". Pendidikan adalah hak setiap warga negara, itu tercantum di UUD 1945, tidak membedakan miskin, kaya, pandai, ataupun bermasalah. Saya tidak bermaksud menjelekkan negara kita sendiri, toh tidak perlu dijelekkan, kita sendirilah yang bisa menilainya. Saya percaya betul, pendidikan yang baik akan menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang baik, yang dibutuhkan untuk membangun negara sehingga memperkecil angka pengangguran dan mengurangi angka kriminalitas. Jangan sampai, kurikulum terbaru yang akan segera dipublish pemerintah kita (Kurikulum 2013), akan membuahkan sebuah perencanaan kegagalan pendidikan (lagi). Kita terkadang terlalu banyak mengkambing-hitamkan pendidikan. Alih-alih sistem pendidikan yang salah, yang diubah justru kurikulum. Memang tidak sepenuhnya salah, tetapi jika tanpa diikuti oleh pembenahan kualitas pendidik. Sama saja bodong. Malah pelajar yang disalahkan. Sungguh hipotesa yang tidak bertanggung-jawab.

Perlu diketahui pula, sistem ini tidak dihasilkan secara instan, tetapi sudah dicanangkan dari tahun 1960-an, kurang lebih sudah 52 tahun. Kita sadari betul, kualitas pendidikan negara lah yang menentukan bagaimana masa depan negara tersebut. Bila kita amati, produk-produk pendidikan kita saat ini, tidak lain adalah buah dari sistem pendidikan kita kurang lebih 20 tahun yang lalu, yang pinter namun minterin rakyat.

Bila tidak segera dibenahi, mau jadi apa bangsa ini ke depan?
Tugas kita semua.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Wednesday, December 05, 2012

Kasih, Lihatlah Aku Disini...

Tanpamu,
Aku tetap bersinar,
Dalam pendar yang kian berbinar,
Takkan mudah goyah oleh hati yang mendengar,
Dalam harapan yang selalu berbinar,

Kasih, lihatlah aku tanpamu...
Meski hati sempat tak berdaya dalam pilu yang membiru,
Namun kubebas menanti sang pendamba cinta,
Hingga ke dasar lubuk hati yang tak bertemu,
Langkahku bukan sebatas angan di depan mata,
Kan kubuktikan maknanya bangkit, aku bukan pecundang cintamu,

Kasih, lihatlah aku tanpa lembut candamu...
Walau sempat tertatih menanti alur tak bertepi,
Aku lebih besar tanpa hadirmu,
Mencoba memupuk bunga pada hati yang memelodi tanpa arti,

Bukan. Bukan bersamamu.

Kembali lihatlah aku...
Aku sempat terhempas,
Ketika engkau datang sekejap membawa cahaya terang lalu menghilang,
Aku bukan binatang jalang seperti Chairil Anwar,
Akulah kumbang penerang,
Tetap gigih berjuang untuk kembali terbang, tinggalkan serpihan yang kau ciptakan,

Tak perlu sedu sedan itu,
Buang itu, jauh, jauh, sejauh mungkin kau bisa..
Aku tak ingin melihat sesal tak bergunamu,
Namun balasmu tak seindah cintaku,
Hingga mengundang gerhana dalam tangismu,

Aku tak perduli. Tak perduli.

Teruntukmu, dari yang dulu pejuang hatimu,
Kuharap kau tahu, kubuat ini untukmu,
Bukan karena sesalku, apalagi galauku,

Biarkan Ku disini sejenak mendiam,
Namun bila Ku beranjak,
Kuyakin, luka itu telah kututup rapat,
Melangkah kedepan penuh harapan,
Tak menemukanmu ataupun sepertimu.

Bukan. Lagi-lagi bukan dirimu.

Aku tanpamu...
Adalah malam tanpa cahaya rembulan,
Namun senyumku tetap bersinar meski hanya berpendar lentera taman..

Seperti itulah, Aku sekarang...

Tuesday, December 04, 2012

Ketika Waktu...

Ketika waktu tak ingin berdamai dengan hatiku,
Tak sanggup ku mencegah isyarat hati yang merindukan berlayar kembali untuk mencari dermaga lain untuk disinggahi.

Tapi, ketahuilah, hati ini telah terkunci mati oleh keanggunan caramu mencintai..
Dan aku tak yakin ada pemilik hati lain yang sanggup membukanya..

Engkau tahu mengapa?
Karena kunci untuk membukanya telah aku lemparkan jauh di kedalaman samudra!
Semoga saja tak ada yang menemukannya dan mencoba membuka hati ini..

Monday, December 03, 2012

Gak Bilang "Wow" Bisa Kali!

"Terus, gue harus bilang wow gitu?" Kadang-kadang saya sering sekali tertawa geli jika mengingat frasa ini. Kata-kata yang memang sedang 'happening' banget akhir-akhir ini. Bahkan, tidak hanya remaja-remaja alay yang sering menggunakan frasa ini, tetapi mulai dari anak-anak, pegawai kantoran, sampai ibu-ibu yang setiap pagi beli sayur di abang gerobak dorong..hehe

Terus, apa kita harus jingkrak-jingkrak, salto, terus lompat dari apartemen lantai 30 sambil bilang wow gitu karena fenomena ini? Ya tidak juga. Tapi kalo mau ya silakan, tapi jangan cari saya jika ada apa-apa pada diri Anda.

Biasanya sih yang saya tahu, kata "wow" diucapkan jika seseorang melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu yang menakjubkan. Tapi, masa sih setiap melihat sesuatu yang seperti itu kita harus selalu bilang wow? Cape deh. --"

Nah, disinilah letak terlihatnya degradasi ajaran Islam pada masyarakat kita, khususnya para remaja. Karena, tak ada kata yang lebih indah selain mengucapkan kata-kata thoyibah (baik) lagi berpahala untuk kita. Bukankah kita selalu di ingatkan dalam 'buku suci' kita (baca: Qur'an) ?

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya."
(QS. Al-Israa': 36)

Nah lho? Main ikut-ikutan aja sih.

Ucapkanlah "MasyaAllah" bila melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu yang menakjubkan. Ini sesuai dengan tuntunan dalam Al-Qur'an dan bahasa Arab. Dan berpahala lagi. Di dalam Al-Qur'an pun bisa kita jumpai,

"Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaAllaah, laa quwwata illaabillaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan."
(QS. Al-Kahfi: 39)

Orang Arab tidak menebang pohon kurma, dan salto sambil bilang wow jika melihat sesuatu yang yang menakjubkan. Jangan menilai ini Arabisasi. Karena sebutan ini merupakan dzikir kepada Allah. Ini adalah ibadah.

Subhanallah gimana?
Tidak masalah. Ini juga kalimat baik. Tapi, sering terjadi kesalahan kondisi pengucapan pada masyarakat kita. Subhanallah sering diucapkan oleh masyarakat kita bila menemui hal yang menakjubkan. Padahal dalam Al-Qur'an, kata subhanallah sendiri dipakai untuk mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak pantas. Lagi-lagi bukan kata "wow" ya..

"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah (subhanallah), dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."
(QS. Yusuf: 108)

Kita hanya perlu penyesuaian ucapan. Bisa juga "Allahu Akbar" jika melihat yang mengagumkan, atau pada saat berjalan pada jalan yang mendaki. Dan pada jalan yang menurun "Subhanallah".
Bila menemukan musibah, atau berita buruk, ucapkanlah "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un". Inilah yang Al-Qur'an tuntunkan untuk kita. Lagi-lagi bukan koprol sambil bilang "wow".

"Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.""
(QS. Al-Baqarah: 155-156)

Misalnya, ada teman Anda yang bilang "Sorry nih gue telat, tadi di rumah, kucing nenek tetangga gue mati. Jadi telat deh." (apa hubungannya?)
Jangan dijawab, "Terus gue mesti kawin sama kucing sambil bilang wow gitu?"
Ada ucapan yang lebih baik yaitu, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Jangan salah kaprah jika ucapan ini hanya disebutkan pada saat mendengar berita kematian.

Gimana kalo dapat sesuatu yang menyenangkan?
Lagi-lagi tidak perlu bilang wow. Apalagi sambil ngangkat patung selamat datang di Bundaran HI. Tapi ucapkan "Alhamdulillah". Inilah ucapan syukur. Lagi-lagi bukan bilang wow sambil ngemut tugu monas.

Kalo mau memulai sesuatu bilang "Bismillahir rahman nir rahiim". Masa mau makan bilang wow, ke toilet bilang wow, naik angkot bilang wow, mau tidur bilang wow, apalagi yang harus bilang wow?

Dan jika melakukan kesalahan, ucapkan "Astaghfirullah hal 'adzim", bukan "wow" lagi. Dan gak harus keliling RT pake speaker sambil bilang wow juga. Tapi kalo mau, ya silakan.

Nah inilah letak keindahan Islam. Segalanya bernilai amal dan pahala. Karena untuk kebaikan, Allah menyediakan banyak cara.

Wow.

Eh... Wallahu a'lam bish-shawab. :D