English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sunday, October 28, 2012

Cara Pandang Masalah?

Saya memiliki pengalaman yang saya kira cukup esensial untuk kita bahas dan renungkan. Tadi pagi, sewaktu saya dan teman-teman melakukan bakti sosial Idul Adha, di daerah Kampung Sawah, Cilincing Jakarta Utara. Saya akan membahas hal yang terlihat sepele, tetapi tanpa kita sadar, efeknya mempengaruhi diri kita.

Saya menggunakan sepeda motor bersama seorang sahabat yang duduk di belakang saya. Ketika kami memasuki area gang di Kampung Sawah tersebut, Subhanallah, saya melihat jalan rusak, penuh batu-batu dan tidak rata (bergelombang). Bahkan bisa dikatakan untuk orang berjalan kaki-pun susah. Ini tidak terlihat berlebihan jika saya katakan demikian. Batu-batu tajam berserakan, jalan bergelombang (tidak rata), dan banyak kubangan air. Saya tidak akan membahas tentang keluhan saya terhadap pemerintah DKI. Tidak. Bukan itu. Tetapi saya akan mencoba mengajak Anda untuk melihat apa yang bisa kita pelajari dari kondisi seperti ini. Dan coba kita komparasikan pada nilai-nilai dalam kehidupan kita.

Ternyata. Kondisi jalanan yang mulus dan rata telah mendidik kita menjadi pribadi yang emosional, cepat marah, dan tidak disiplin di jalanan. Ini fakta. Coba lihat! Betapa banyak dari pengendara motor yang menerobos lampu merah, ugal-ugalan, kebut-kebutan, dan memiliki emosional yang tinggi. Disenggol motornya sedikit, marah, ngajak berantem. Dia yang salah, dia yang marah-marah. Ini hanya sampel yang saya ambil dari fakta di lapangan, saya tidak menjeneralisir.

Tapi, coba Anda bandingkan dengan saya ketika di jalanan tadi!
Saya dengan cekatan menghindari jalanan yang becek dan berlubang. Saya menjadi sabar dalam memilih sisi jalan yang permukaannya rata. Saya sangat berhati-hati memilih lewat mana. Ini fakta.

Nah, sekarang, coba kita komparasikan terhadap sudut pandang kita dalam menghadapi masalah. Jika Tuhan memberikan kepada kita jalan hidup yang mulus saja, tanpa adanya kerikil-kerikil kecil, tanpa adanya riak-riak air yang mengganggu perahu impian Anda, tanpa adanya lubang yang setiap saat bisa menjatuhkan Anda, tanpa adanya jalan yang bergelombang yang bisa menghambat jalan hidup Anda. Apa yang terjadi? Tepat. Mungkin hal itulah yang akan terjadi pada diri Anda. Seperti pengendara yang berada di jalanan mulus tadi. Anda akan melupakan cara menjadi sabar, Anda mungkin akan melupakan berhati-hati dalam memilih jalan, dan mungkin Anda akan menjadi pribadi yang emosional.

Sekali lagi saya katakan, masalah itu membesarkan Anda.
Masalah itu mendewasakan Anda.
Dan masalah itu menjadikan Anda lebih bijak dalam menghadapi proses yang menjadikan Anda hidup.

Lihatlah pada pengendara yang berada di jalanan yang rusak. Apa? Ya, ia menjadi bersabar, ia menjadi cekatan, dan ia menikmati dalam keadaan yang mendewasakannya.

Mungkin inilah maksud dari firman Allah bahwa Dia tidak akan membebankan masalah di luar batas kesanggupan hamba-Nya.

Itulah madrasah bagi diri Anda untuk menjadi dewasa. Yang perlu kita benahi ialah pada cara pandang kita menghadapi nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Sunday, October 21, 2012

Kreativitas Menolong Peradaban...

3000 ORANG PASUKAN MUSLIM itu tiba di Ma'in, sebelah selatan Syam. Mereka berhenti dalam keterkejutan. Bayangkan! Di hadapan mereka, tentara Romawi telah bersiap-siap dengan armada yang sangat besar. Heraklius, sang pemimpin Romawi, tidak tanggung-tanggung dalam menyiapkan pasukannya. 200 ribu lebih pasukan telah siap menghadang. Rinciannya: 100 ribu pasukan berasal dari Romawi dan 100 ribu lainnya merupakan pasukan gabungan dari suku Lahm, Balqin, dan Hira.

Melihat kenyataan itu, ada yang mengusulkan agar panglima perang Muslim mengirimkan surat ke Madinah, kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk menambah personel pasukan. Akan tetapi, Abdullah bin Rawahah segera memberikan penegasan, "Tidak! Inshaallah, karena imam yang melekat dalam dada kita, kita akan mampu menghadapinya." Maka bergeraklah 3000 orang pasukan Muslim itu ke utara dan berhenti di Mu'tah.

Hari-hari berikutnya adalah catatan sejarah yang tak pernah akan terhapus. Pertempuran sengit terjadi di Mu'tah. Perlawanan yang menyebabkan panglima pasukan Muslim menemui kesyahidan satu per satu. Pada awalnya panglima Zaid bin Haritsah. Menyusul kemudian Ja'far bin Abi Thalib, dan berikutnya Abdullah bin Rawahah. Kesyahidan mereka persis seperti yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam sebelum mereka berangkat. Dalam situasi genting itu, Khalid bin Walid ditunjuk sebagai panglima.

Ketika pasukan Muslim telah terdesak dan panglima-panglima perangnya menemui kesyahidan satu demi satu, Khalid tampil sebagai pemimpin. Ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mengalahkan musuh adalah dengan strategi! Ia melihat wajah-wajah pasukannya yang letih dengan goresan pesimis yang mulai muncul. Seandainya bukan karena keimanan yang mereka miliki, pastilah mereka telah lari dari pertempuran.

Khalid menukar posisi pasukan. Mereka yang sebelumnya berada di sayap kanan dipindah ke sayap kiri. Begitu pula sebaliknya. Pasukan garda depan ditukar dengan pasukan di posisi lain. Sementara itu, beberapa pasukan ditugaskan untuk berkuda di belakang dengan rombongan kecil-kecil, tetapi kelihatan berkesinambungan. Strategi ini mengecoh pasukan lawan. Mereka mengira bahwa pasukan Muslimin mendapat tambahan pasukan yang besar. Pasukan-pasukan lawan berhadapan dengan wajah-wajah baru. Dan, ketika mereka melihat ke bagian belakang pasukan Muslim, mereka menyaksikan kepulan debu, dari kuda yang dipacu, membumbung ke angkasa. Mereka mengira pasukan Muslim mendapat tambahan pasukan dalam jumlah besar. Mental mereka jatuh. Saat itulah pasukan Muslim memukul balik lawan mereka.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kita belajar dari Khalid. Ketika banyak di antara pasukan Muslim dilanda kecemasan, Khalid mengembangkan cara berpikir kreatif. Khalid bin Walid mengajarkan kepada kita agar tidak sekadar berpikir kritis (what-is), tetapi berkaitan dengan pemikiran yang berhubungan dengan apa yang dapat dilakukan (what can do). Yakni cara berpikir untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan merancang langkah maju dan bukan langkah mundur.

Islam tidak mendidik kita untuk meratapi dan menyesali keadaan yang kita miliki, tetapi Islam mendorong setiap muslim untuk menghadapi kenyataan dengan kreatif. Kita sangat ingat dengan peristiwa Perang Badar. Rasulullah dan para shahabat tidak menyesal bahwa yang mereka temui bukan kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan, tetapi 1000 orang pasukan multi-nasional Quraisy. Mereka menghadapinya dengan gelora keimananan dan kreativitas yang cemerlang. Dan apa yang terjadi? 313 pasukan Muslimin berhasil mengalahkan kesombongan mereka.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Saturday, October 20, 2012

Jejak Hati

Apa kau ingat jejak-jejak hati di pekat kabut malam?
Di bias cakrawala malam, ia menapaki setapak mimpi seorang diri..
Dalam hening, mengapa lagi-lagi jiwa-jiwa itu yang datang mengisi?
Tak cukupkah ikhtiarku dalam diam meyakinkan hati yang menanti melodi penuh arti?

Sunyi, Sunyi sekali...

Lagi, Apa kau ingat jejak-jejak hati di pekat kabut malam?
Bulan datang menyelinap di balik hening,
Samar-samar menyaru menyelinap di balik dinding,

Kelu,
Rindu,

Entahlah...

Sebab dalam janji-Nya yang kutahu, ia yang baik sedang menantiku berproses dalam menemukan diri. Karena, ia yang baik hanya untuk pribadi baik pula. Pun sebaliknya.

Aku sang penghendak,
Aku sang pengharap,
Aku sang penentu,

Aku pun tak tahu jawabannya.
Beritahu aku.

Segera.

Monday, October 15, 2012

Televisi dan Otak?

Saya memiliki pengalaman sederhana yang menggelitik. Kira-kira satu tahun yang lalu, setiap hari minggu saya selalu 'online' di depan televisi 14" yang kurang lebih sudah 4 tahun ada di rumah dan sudah diservis satu kali.

Saya biasanya suka sekali melihat film kartun yang biasanya setiap hari minggu ditanyangkan di layar televisi. Power Rangers, Pokemon, Naruto, dan lain-lain. Sayangnya, saya sering terganggu oleh rusaknya televisi. Suara ada tetapi gambar tidak muncul, kecuali garis-garis datar.

Jika kamu di posisi seperti itu, apa yang kamu lakukan?

Mungkin akan sama dengan apa yang saya lakukan. Saya maju ke depan. Bagian atas dan samping televisi saya pukul pelan. Berkali-kali. Makin lama makin keras. Alhamdulillah, gambar di televisi kembali muncul. Ketika kasus yang sama terjadi lagi, saya melakukan 'terapi' yang sama pula. Dan sayapun menjemput takdir: televisi itu benar-benar rusak! Terlihat ada kepulan asap dari belakang televisi satu-satunya kesayangan saya, yang setia menemani saya minggu pagi. Saya melakukan kekerasan itu karena saya tidak mengetahui cara kerja televisi.

Pada saat ini saya hanya bisa tertawa jika membayangkan hal konyol tersebut. Dimulai dari memikirkan 'ceramahan' Ibu saya yang marah-marah karena televisi satu-satunya telah rusak. Yang butuh beberapa bulan untuk membelinya.

Saya merenung, jangan-jangan seperti itu pula yang kita lakukan terhadap otak kita. Karena kita tidak mengetahui cara otak kita bekerja, sehingga kita melakukan sejumlah kesalahan dalam menggunakannya. Mari kita menggali contohnya. Ada kebiasaan 'klise' di kalangan pelajar dan mahasiswa, yaitu belajar keras semalaman atau biasa disebut SKS (Sistem Kebut Semalam). Agar badan tetap segar untuk belajar semalaman, sebagian besar kita terbiasa minum kopi. Kafein memang memacu tubuh kita untuk senantiasa terjaga. Sayangnya, kita melupakan fakta bahwa pada saat yang bersamaan kita sedang merusak sel-sel otak, terlebih ketika kita adiktif terhadapnya. Anugerah yang diberikan Allah kita sia-siakan dan tidak kita jaga dengan baik. Semua itu kita lakukan karena kita tidak memahami cara otak bekerja.

Penelitian-penelitian yang berkembang banyak menjelaskan bahwa sebagian besar manusia belum maksimal dalam menggunakan otaknya. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Dr. Muhammad Al-Ghazali, menurut beliau, sebagian orang-orang besar baru memaksimalkan 10-15% saja dari kemampuan otaknya.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Wednesday, October 10, 2012

Belajar dari Thariq bin Ziyad

Masih ingat yang dilakukan Thariq bin Ziyad tatkala akan menaklukkan Spanyol?
Ya, membakari perahu-perahu yang ditumpangi pasukannya untuk menyebrang ke daratan itu.
Ketika pasukannya dicekam oleh ketidakmengertian, saat itu Thariq mengatakan;

"Di belakang kita hanya terbentang lautan. Perahu-perahu kita telah musnah. Tak ada lagi kesempatan untuk mundur. Sementara itu, kita saksikan di depan kita musuh bersiap menanti. Tak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjemput kemenangan atau mati dalam kesyahidan."

Begitulah yang dapat kita rekam.
Kita dapat mengetahui efek yang ditimbulkannya.
Pasukan itu mengalami penggandaan semangat dan keberanian yang luar biasa.
Thariq bin Ziyad sedang menepis pikiran pasukannya untuk mundur dan lari dari pertempuran.

Wallahu a'lam.

Sunday, October 07, 2012

Cintaku

Ketahuilah,
Jika engkau mencintaiku bersebab hanya karena kelebihanku, maka berhentilah!
Aku takut engkau tak siap menghadapi semua kekuranganku..

Jika engkau mencintaiku karena rupaku, maka berhentilah!
Kelak wajah ini akan tak ada artinya jika telah dimakan cacing di kubur..

Jika engkau mencintaiku karena hartaku, maka berhentilah!
Aku tak memiliki apapun selain dirimu, harta terindahku..

Aku juga tak memintamu mencintaiku karena kekuranganku,
karena itu adalah kelebihanku yang sedang berproses..

Aku takkan mensyaratkan separuh jiwaku padamu.
Engkau tahu mengapa?
Karena separuh jiwaku telah kuserahkan padamu,
dan kutahu tak ada jiwa lain dalam jasad ini selain yang ada padamu..

Aku takkan menjanjikanmu surga bila bersamaku.
Engkau tahu mengapa?
Karena bersamamu, hariku adalah surga..

Aku bukan begitu dan begitu bukanlah aku!
Aku tak ingin cintamu terbagi-bagi oleh semua yang aku miliki.
Aku hanya ingin engkau mencintai aku saja, tak ada alasan lain selain aku.

Sedangkan yang lain, itu hanya pelengkap diriku.
Artinya, engkau menyediakan diri untuk menerima semua yang ada padaku.
Tanpa alasan. Itu saja!

Begitulah caraku mencintaimu,
dengan menjaga dirimu dan diriku,
menjaga kesucian cintamu dan cintaku.

Semoga.

Friday, October 05, 2012

Manusia Petani?

Duh Gusti...
Mengapa hujan tak turun-turun?
Sawah ladangku kekeringan, padiku kekurangan air..
Ini sumber nafkah anak istriku, lalu dengan apa hamba memberi makan mereka..
Turunkanlah hujan..

Duh Gusti...
Mengapa hujan turun lagi?
Sawah ladangku terendam, padiku mati, dan ladangku gagal panen..
Sekarang, anak istriku benar-benar tidak bisa makan..

Ahhhh... Dasar manusia!
Selalu mengeluh, tak pernahkah engkau bersyukur pada Tuhanmu?
Hanya meratap seperti seorang petani yang putus asa!
Bukan Tuhan yang tak memberimu nikmat, tapi engkaulah yang tidak mengelola nikmat itu!