English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Monday, October 15, 2012

Televisi dan Otak?

Saya memiliki pengalaman sederhana yang menggelitik. Kira-kira satu tahun yang lalu, setiap hari minggu saya selalu 'online' di depan televisi 14" yang kurang lebih sudah 4 tahun ada di rumah dan sudah diservis satu kali.

Saya biasanya suka sekali melihat film kartun yang biasanya setiap hari minggu ditanyangkan di layar televisi. Power Rangers, Pokemon, Naruto, dan lain-lain. Sayangnya, saya sering terganggu oleh rusaknya televisi. Suara ada tetapi gambar tidak muncul, kecuali garis-garis datar.

Jika kamu di posisi seperti itu, apa yang kamu lakukan?

Mungkin akan sama dengan apa yang saya lakukan. Saya maju ke depan. Bagian atas dan samping televisi saya pukul pelan. Berkali-kali. Makin lama makin keras. Alhamdulillah, gambar di televisi kembali muncul. Ketika kasus yang sama terjadi lagi, saya melakukan 'terapi' yang sama pula. Dan sayapun menjemput takdir: televisi itu benar-benar rusak! Terlihat ada kepulan asap dari belakang televisi satu-satunya kesayangan saya, yang setia menemani saya minggu pagi. Saya melakukan kekerasan itu karena saya tidak mengetahui cara kerja televisi.

Pada saat ini saya hanya bisa tertawa jika membayangkan hal konyol tersebut. Dimulai dari memikirkan 'ceramahan' Ibu saya yang marah-marah karena televisi satu-satunya telah rusak. Yang butuh beberapa bulan untuk membelinya.

Saya merenung, jangan-jangan seperti itu pula yang kita lakukan terhadap otak kita. Karena kita tidak mengetahui cara otak kita bekerja, sehingga kita melakukan sejumlah kesalahan dalam menggunakannya. Mari kita menggali contohnya. Ada kebiasaan 'klise' di kalangan pelajar dan mahasiswa, yaitu belajar keras semalaman atau biasa disebut SKS (Sistem Kebut Semalam). Agar badan tetap segar untuk belajar semalaman, sebagian besar kita terbiasa minum kopi. Kafein memang memacu tubuh kita untuk senantiasa terjaga. Sayangnya, kita melupakan fakta bahwa pada saat yang bersamaan kita sedang merusak sel-sel otak, terlebih ketika kita adiktif terhadapnya. Anugerah yang diberikan Allah kita sia-siakan dan tidak kita jaga dengan baik. Semua itu kita lakukan karena kita tidak memahami cara otak bekerja.

Penelitian-penelitian yang berkembang banyak menjelaskan bahwa sebagian besar manusia belum maksimal dalam menggunakan otaknya. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Dr. Muhammad Al-Ghazali, menurut beliau, sebagian orang-orang besar baru memaksimalkan 10-15% saja dari kemampuan otaknya.

Wallahu a'lam bish-shawab.

0 comment(s):

Post a Comment