English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sunday, October 21, 2012

Kreativitas Menolong Peradaban...

3000 ORANG PASUKAN MUSLIM itu tiba di Ma'in, sebelah selatan Syam. Mereka berhenti dalam keterkejutan. Bayangkan! Di hadapan mereka, tentara Romawi telah bersiap-siap dengan armada yang sangat besar. Heraklius, sang pemimpin Romawi, tidak tanggung-tanggung dalam menyiapkan pasukannya. 200 ribu lebih pasukan telah siap menghadang. Rinciannya: 100 ribu pasukan berasal dari Romawi dan 100 ribu lainnya merupakan pasukan gabungan dari suku Lahm, Balqin, dan Hira.

Melihat kenyataan itu, ada yang mengusulkan agar panglima perang Muslim mengirimkan surat ke Madinah, kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk menambah personel pasukan. Akan tetapi, Abdullah bin Rawahah segera memberikan penegasan, "Tidak! Inshaallah, karena imam yang melekat dalam dada kita, kita akan mampu menghadapinya." Maka bergeraklah 3000 orang pasukan Muslim itu ke utara dan berhenti di Mu'tah.

Hari-hari berikutnya adalah catatan sejarah yang tak pernah akan terhapus. Pertempuran sengit terjadi di Mu'tah. Perlawanan yang menyebabkan panglima pasukan Muslim menemui kesyahidan satu per satu. Pada awalnya panglima Zaid bin Haritsah. Menyusul kemudian Ja'far bin Abi Thalib, dan berikutnya Abdullah bin Rawahah. Kesyahidan mereka persis seperti yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam sebelum mereka berangkat. Dalam situasi genting itu, Khalid bin Walid ditunjuk sebagai panglima.

Ketika pasukan Muslim telah terdesak dan panglima-panglima perangnya menemui kesyahidan satu demi satu, Khalid tampil sebagai pemimpin. Ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mengalahkan musuh adalah dengan strategi! Ia melihat wajah-wajah pasukannya yang letih dengan goresan pesimis yang mulai muncul. Seandainya bukan karena keimanan yang mereka miliki, pastilah mereka telah lari dari pertempuran.

Khalid menukar posisi pasukan. Mereka yang sebelumnya berada di sayap kanan dipindah ke sayap kiri. Begitu pula sebaliknya. Pasukan garda depan ditukar dengan pasukan di posisi lain. Sementara itu, beberapa pasukan ditugaskan untuk berkuda di belakang dengan rombongan kecil-kecil, tetapi kelihatan berkesinambungan. Strategi ini mengecoh pasukan lawan. Mereka mengira bahwa pasukan Muslimin mendapat tambahan pasukan yang besar. Pasukan-pasukan lawan berhadapan dengan wajah-wajah baru. Dan, ketika mereka melihat ke bagian belakang pasukan Muslim, mereka menyaksikan kepulan debu, dari kuda yang dipacu, membumbung ke angkasa. Mereka mengira pasukan Muslim mendapat tambahan pasukan dalam jumlah besar. Mental mereka jatuh. Saat itulah pasukan Muslim memukul balik lawan mereka.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kita belajar dari Khalid. Ketika banyak di antara pasukan Muslim dilanda kecemasan, Khalid mengembangkan cara berpikir kreatif. Khalid bin Walid mengajarkan kepada kita agar tidak sekadar berpikir kritis (what-is), tetapi berkaitan dengan pemikiran yang berhubungan dengan apa yang dapat dilakukan (what can do). Yakni cara berpikir untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan merancang langkah maju dan bukan langkah mundur.

Islam tidak mendidik kita untuk meratapi dan menyesali keadaan yang kita miliki, tetapi Islam mendorong setiap muslim untuk menghadapi kenyataan dengan kreatif. Kita sangat ingat dengan peristiwa Perang Badar. Rasulullah dan para shahabat tidak menyesal bahwa yang mereka temui bukan kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan, tetapi 1000 orang pasukan multi-nasional Quraisy. Mereka menghadapinya dengan gelora keimananan dan kreativitas yang cemerlang. Dan apa yang terjadi? 313 pasukan Muslimin berhasil mengalahkan kesombongan mereka.

Wallahu a'lam bish-shawab.

0 comment(s):

Post a Comment